Peran Kaum Muda dalam Pencegahan Perkawinan Usia Anak

[av_heading tag=’h3′ padding=’10’ heading=’DISKUSI PUBLIK: AKSI REMAJA DALAM PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN PERKAWINAN USIA ANAK’ color=” style=” custom_font=” size=” subheading_active=” subheading_size=’15’ custom_class=” admin_preview_bg=”][/av_heading]
[av_one_full first min_height=” vertical_alignment=” space=” custom_margin=” margin=’0px’ padding=’0px’ border=” border_color=” radius=’0px’ background_color=” src=” background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ animation=” mobile_display=”]
[av_textblock size=” font_color=” color=” admin_preview_bg=”]
Indonesia masih marak dengan perkawinan usia anak. Berbagai foto dan video kejadian perkawinan usia anak seringkali tersebar luas dengan heboh melalui berbagai kanal media sosial. Lenny Rosalin, Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA, menyatakan dalam pertemuan dengan Jaringan AKSI bahwa angka perkawinan usia anak di Indonesia masih menempati urutan kedua di kawasan Asia Tenggara. Padahal perkawinan usia anak itu selalu mendatangkan dampak buruk bagi anak, mereka kehilangan hak-haknya dan rentan mengalami kekerasan. Jaringan aktivis pejuang hak dan perlindungan anak telah berhasil memenangkan putusan MK mengenai peningkatan batas usia minimal perkawinan yang tertera pada UU RI Tahun 1974. MK mengabulkan gugatan batas usia perkawinan dengan meminta pembuat UU untuk melakukan perubahan tentang batas usia minimal perempuan dalam perkawinan. Perubahan tersebut diberikan tenggat waktu selama tiga tahun. Jaringan AKSI menggandeng remaja dan kaum muda melalui diskusi publik untuk turut berpartisipasi secara bermakna dalam perjuangan untuk mencegah dan penghapusan perkawinan usia anak, termasuk di dalamnya mendorong percepatan perubahan batas usia minimal perkawinan dalam UU Tersebut.
Diskusi publik yang diadakan pada hari Rabu, 14 Agustus 2019 di bilangan Jakarta Selatan turut dihadiri oleh aktivis pencegahan perkawinan usia anak yang merupakan kaum muda, yakni: Suci (20 thn) Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa di Desa Kediri, Rizqi (23 thn) anggota Youth Coalition for Girls, Fitri (19 thn) dari Sekolah Perempuan Muda, dan Budi (20 thn) pendiri Rumah Cerdas Perempuan. Keempat aktivis muda ini telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah perkawinan usia anak di komunitasnya, yakni memimpin kelompok perlindungan anak desa untuk merespon dan merujuk kasus perkawinan usia anak, mengadvokasi penyusunan perdes pencegahan perkawinan usia anak, memastikan dana desa tersalurkan untuk pemberdayaan kaum muda, hingga mendirikan organisasi masyarakat untuk memberikan pendidikan informal bagi anak perempuan di desa. Keempat aktivis muda ini menekankan pentingnya keterlibatan dan peran remaja dan kaum muda dalam berbagai upaya untuk mencegah perkawinan usia anak.

Yosi Diani Tresna, dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menyatakan dalam diskusi tersebut, “Masukan dari teman-teman (narasumber kaum muda) sangat penting. Dalam strategi yang telah disusun bersama, pertama, untuk penguatan kapasitas anak: peningkatan akses untuk pendidikan berkualitas. Di RPJMN mendatang, SDM menjadi fokus utama. Jadi pendidikan 12 tahun menjadi hal yang wajib, yang utama. Yang kedua, peningkatan pengetahuan anak terhadap kesehatan reproduksi dan seksualitas. Juga ada optimalisasi wadah kreatif anak. Sehingga anak bisa semakin produktif untuk mempersiapkan masa depannya dan terhindar dari perkawinan usia anak. Ke depannya, pencegahan perkawinan usia anak turut menjadi indikator utama dalam pembangunan, pemenuhan hak anak.
”Eva Kusuma, anggota Badan Legislatif DPR RI Indonesia, dan Gustika Hatta, cucu dari Moh Hatta yang juga merupakan aktivis muda, turut hadir sebagai penanggap dalam diskusi tersebut.
Eva Kusuma memberikan informasi terbaru mengenai proses perubahan UU Perkawinan, “Saya melakukan lobby di internal, menagih kepada Menkunham, bahwa ini sudah tahun ke-dua setelah putusan MK. Sebetulnya, tidak perlu direvisi, tiga tahun lagi pasti sudah berlaku. Tapi dalam dua tahun, banyak hal yang bisa dilakukan. Mudah-mudahan setelah reses, kita dorong, yang belum setuju itu PKS. Yang lain sudah oke. Tapi untungnya kita kelompok perempuan di DPR itu kompak, jadi kita koordinasi terus. Insyaallah kita terus menerus berkonspirasi sehingga Agustus akhir kita bisa gol-kan ini. Saya ingin apresiasi pada teman-teman muda, pemicu transformasi di masyarakat kita itu desa. Jadi kalau perempuan dan anak tidak aktif dalam pengambilan keputusan di desa, pasti ketinggalan. Jadi saya sangat apresiasi teman-teman muda yang aktif dalam isu ini.”
Gustika Hatta ikut mendukung upaya pemerintah dalam mencegah perkawinan usia anak, “Saya sangat senang mendengar cerita Suci, bahwa ada peningkatan pelaporan kejadian perkawinan usia anak di desanya. Bahwa itu bukan hal yang buruk ya, tapi justru ada peningkatan kesadaran di masyarakat. Saya sangat setuju dan mendukung pemerintah, Ibu Yosi dan Ibu Eva, untuk hadir dan menyediakan mekanisme pelaporan untuk hal ini.”
UNICEF, Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA), dan Koalisi Perempuan Indonesia turut menghadirkan perwakilannya sebagai penanggap. Derry Ulum, Nadira Irdiana, dan Lia Anggiasih turut menyampaikan apresiasi dan dukungannya untuk para aktivis muda. Ketiga perwakilan dari organisasi tersebut menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah dan organisasi remaja, juga antar organisasi-remaja itu sendiri. “Apa yang terjadi di akar rumput, itu juga memengaruhi hasil pergerakan di ranah nasional,” Nadira menutup sesi tanggapan.
Diskusi publik diakhiri dengan diskusi kelompok bersama dengan 50 peserta remaja dan kaum muda. Melalui diskusi tersebut, Jaringan AKSI menyusun rekomendasi pencegahan perkawinan usia anak yang lahir dari remaja dan kaum muda itu sendiri. Berbagai strategi pencegahan dan penghapusan perkawinan usia anak dari bidang pendidikan, kesehatan reproduksi dan seksualitas, pemberdayaan ekonomi kaum muda, hingga sosial media akan disusun oleh Jaringan AKSI dan didorong untuk ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan. Jaringan AKSI bersama dengan 50 remaja dan kaum muda peserta diskusi publik mengajak lebih banyak lagi anak dan kaum muda untuk lebih aktif dalam mengkampanyekan pencegahan perkawinan usia anak dengan kerjasama lintas sektoral melalui media yang kreatif.
*Jaringan AKSI merupakan jaringan yang beranggotakan 38 lembaga swadaya masyarakat dengan fokus pada isu perlindungan anak, perempuan, dan kesetaraan gender. Jaringan AKSI terus mempromosikan pemberdayaan anak perempuan untuk memperjuangkan haknya dan menentukan masa depannya dengan pilihan-pilihan yang terinformasi dengan baik.(www.jaringanaksiremaja.com)
Hubungi lebih lanjut:
+62 812-9676-180 (Evie, SAPA Indonesia – Presidium Jaringan AKSI)
+62 811-1079-373 (Adit, Aliansi Remaja Indonesia – Presidium Jaringan AKSI)

[/av_textblock]
[/av_one_full][av_hr class=’default’ height=’50’ shadow=’no-shadow’ position=’center’ custom_border=’av-border-thin’ custom_width=’50px’ custom_border_color=” custom_margin_top=’30px’ custom_margin_bottom=’30px’ icon_select=’yes’ custom_icon_color=” icon=’ue808′]
[av_heading tag=’h3′ padding=’10’ heading=’PRESS RELEASE’ color=” style=” custom_font=” size=” subheading_active=” subheading_size=’15’ custom_class=” admin_preview_bg=”][/av_heading]
[av_button label=’Download Press Realese’ link=’manually,http://’ link_target=” size=’medium’ position=’left’ icon_select=’yes’ icon_hover=’aviaTBicon_hover’ icon=’ue82d’ font=’entypo-fontello’ color=’theme-color’ custom_bg=’#444444′ custom_font=’#ffffff’ admin_preview_bg=”]

Leave a Reply

Your email address will not be published.