Reportase Webinar Diskusi Serial Ke-1 Jaringan AKSI: Kekerasan Berbasis Gender pada Anak dan Orang Muda di Masa Pandemik COVID-19

Reportase Webinar Diskusi Serial Ke-1 Jaringan AKSI: Kekerasan Berbasis Gender pada Anak dan Orang Muda di Masa Pandemik COVID-19

ZOOM,[13/05/20]. Jaringan AKSI melalui dukungan konsorsium WE Lead, Canada, menyelenggarakan diskusi serial pertama dengan tema “Kekerasan Berbasis Gender Pada Anak dan Kaum Muda di Masa Pandemik COVID-19”. Diskusi berlangsung selama dua jam menggunakan aplikasi Zoom yang dapat diunduh secara gratis oleh siapapun. Serial Diskusi pertama, Rabu, 13 Mei 2020 dihadiri 82 peserta dari 126 yang daftar. Tak hanya anggota Jaringan AKSI, acara diikuti pemerhati isu kekerasan berbasis gender dari berbagai daerah.

Diskusi yang juga  menyediakan fasilitas penutur bahasa isyarat ini menghadirkan tiga pembicara dengan kompetensi dalam tema yang diangkat oleh Jaringan AKSI. Mereka adalah Uli Pangaribuan dari Lembaga Bantuan Hukum APIK (LBH APIK) Jakarta, Retno Listyarti dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Renya Reka dari Youth Coalition for Girls (YCG) Kupang. Diskusi berjalan lancar dipandu oleh Iklillah Muzayyanah, Fatayat NU.

Pandemik Covid-19 yang diidentifikasi pertama kali di Indonesia 2 Maret lalu memunculkan dampak besar terhadap masyarakat. Berbagai kebijakan diambil oleh pemangku kepentingan untuk “menyelamatkan” Indonesia. Jaringan AKSI mengambil inisiatif mendiskusikan kekerasan berbasis gender selama pandemik serta mendengarkan pengalaman anak muda dalam mendampingi sesama.

Uli Pangaribuan memaparkan bahwa sejak 16 Februari sampai dengan 12 April 2020 (selama WFH), LBH APIK Jakarta menerima pengaduan sebanyak 172 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari 172 kasus, di antaranya adalah 7 kasus kekerasan terhadap anak, 72 kasus kekerasan terhadap perempuan muda (berusia 19 s.d. 30 tahun). Jenis kasus yang dilaporkan kepada LBH APIK meliputi kekerasan berbasis gender online (KBGO), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual (KS), dan kekerasan dalam pacaran (KDP). Adapun hubungan korban dengan pelaku rata-rata orang dekat, seperti orang tua (bapak) dan keluarga, teman dekat, pacar, dosen, guru, tetangga, dan orang yang dikenal. Trend kasus kekerasan terkini yaitu mulai banyak orang yang baru dikenal lewat telpon atau media sosial, kemudian menjalin hubungan, dan berakhir dengan penipuan/ancaman. Kasus-kasus seperti ini semakin marak, dan ada 70 kasus dari total 172 kasus tersebut.

Menurut Renya Reka, pandemi COVID-19 bisa menjadi trigger maraknya berbagai kasus kekerasan berbasis gender, sedangkan akar utamanya masih sama yaitu adanya relasi kuasa yang timpang antara laki–laki dan perempuan serta budaya patriarki dimana laki–laki memiliki power & control terhadap perempuan. Renya juga memaparkan mengapa tingkat kekerasan berbasis gender meningkat saat pandemi COVID-19, menurutnya terdapat beberapa alasan yaitu dampak dari ekonomi karena banyak yang di-PHK, maka respon stress individu akan lebih aktif dan melampiaskannya dalam bentuk kekerasan. Kedua adalah Phiysical distancing, contoh yang dialami anak muda berkurangnya uang bulanan dan menjadi bosan, karena biasanya jalan, main sama teman, dsb. Dan terakhir adalah anak muda lebih menelusuri dunia maya ke arah konten-konten yang negatif.

Di sisi lain, Retno Listyarti memaparkan dampak Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dialami oleh anak-anak. Menurutnya, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di era pandemik COVID-19 ternyata justru mengungkap disparitas pendidikan secara nyata antara anak dari keluarga kaya dengan anak dari keluarga miskin. Disparitas ini sudah lama terpendam dan dibiarkan oleh Negara. Bagi siswa dari keluarga kelas menengah dan kelas atas, komputer, pulsa dan kuota internet jelas bukan masalah. Tapi, bagi mayoritas siswa dari keluarga kelas bawah, apalagi pelosok, teknologi jelas masih merupakan barang mewah yang sulit dijangkau. Contoh nyata : 54% dari 608.000 pelajar  di Provinsi Papua tidak bisa melakukan PJJ karena ketidaktersediaan peralatan, kuota internet dan listrik.

Acara yang dibuka sejak jam 10.00 WIB tersebut diakhiri dengan sesi tanya jawab. Di tangan moderator Iklillah dari Kajian Wanita dan Gender UI, diskusi berlangsung  hangat dan saling isi dari dua arah. Mewakili jaringan AKSI,  di akhir acara ia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung keberhasilan acara tersebut. (FF)[]

Leave a Reply

Your email address will not be published.